Daily Archives: 11 Januari 2011

>KEWAJIBAN BERWASIAT

>Oleh : Charles Mangunsong
Post/11 Januari 2011

Wasiat secara etimologi adalah pesan. Sedangkan secara Terminologi wasiat adalah Pesan yang di ucapkan oleh seseorang yang akan menemui ajal kepada seseorang yang dianggap amanah dalam menjalankan amanah itu. Didalam ajaran islam, wsiat wajib dilakukan oleh setiap orang yang akan meninggal jika ia meninggalkan harta atau sebagainya yang berhubungan keluarganya.

Rukun Wasiat :
1. Orang yang berwasiat
2. Orang yang menerima wasiat.
3. Harta, atau sesuatu yang diwasiatkan.
4. Shighat.

bersambung………….sabar ya….lagi di cari rujukan yang pas…..hehe

>AGAMA DAN UNSUR-UNSUR DALAM BERAGAMA

>
I. PENDAHULUAN

Manusia hidup di atas bumi Allah ini berjalan seperti bagaimana kita melihatnya, Damai, tentram, romatisme dan penuh dengan kebahagiaan. Namun jangan silap mata, kita juga harus memandang kearah yang lain, sebab di arah yang lain kita akan menemukan orang yang hatinya kacau balau, rusuh, hidupnya suram, dan berbagai permasalahan yang dihadapinya. Itulah satu hal yang sering tidak dapat dilihat oleh semua orang, ada apa dengan hidup manusia…?

Agama…ya…agama-lah yang terkadang tidak dapat dilihat oleh setiap manusia, yang tidak mengerti apa itu agama, bagaimana bentuknya, siapa yang beragama, dan apa usnur-unsur agama itu sebenarnya. Mustahillah jika seseorang dapat menjalankan agama yang dianutnya dengan sebenar-benarnya, sementara ia tidak mengetahui apa sebenarnya itu agama dan lain-lainnya…

Nah,,,Dari itu agar kita dapat menjalankan agama dengan baik, penulis akan sedikit memaparkan Agama Serta Unsur-Unsur Dalam Beragama. Tujuan agar kita dapat memahaminya dan menjalankan dengan baik.

Mari kita simak secara seksama topik ini.

Salam
Charles Mangunsong

II. AGAMA DAN UNSUR-UNSUR DALAM BERAGAMA.

A. Pengertian Agama

Pengertian agama secara sosiologis sering berbeda dengan pengertiannya secara etimologis dan menurut ilmu agama, apalagi menurut yang kita pahami sehari-hari. Setidaknya ada beberapa pengertian agama menurut ahlinya masing-masing, diantaranya :

1. Kata agama berasal dari bahasa sanskerta, yaitu kata a yang berarti tidak, dan gam yang bererti pergi. Berarti agama adalah tidak pergi, tidak putus, tidak hilang, dengan maksud karena agama diajarakan secara turun temurun atau kerana agama pada umumnya mengajarkan kekekalan hidup, atau kematian bukanlah akhir dari kehidupan karena ada kehidupan lagi selanjutnya. Ada juga yang mengartikan gam itu adalah kacau, dengan maksud bahwa setiap manusia yang mempunyai agama maka dengan agama itu ia tidak kacau atau mempunya pandangan hidup, mempunyai jalan hidup, dan punya jalan lurus serta teratur. ( Nasution 1979b, jld I :1-2).
2. Dalam bahasa Inggris dan Prancis agama diterjemahkan dengan Religion, sedangkan Religion ini berasal dari bahasa latin yaitu Religare yang mempunyai beberapa arti, yaitu membaca, mengumpuljkan, mengikat. ( Bin Nabi 1969:134; Nasution 1979b, jld I:1-2).
3. Dalam bahasa arab agama disebut al-din.dengan panjang mad pada “diin”, yang mempunyai beberapa arti yaitu: a. Paksaan, kekuatan, dan tekanan, b. Ketaatan, kepatuhan atau peribadatan. c. Pembalasan atau perhitungan. d. Sistem atau cara. (Nasution 1979b, jld I:1-2, Wahbah et.al 1971:98)

Secara sosiologis, beragama atau tidak beragamanya manusia itu adalah sebagai gejalakehidupan manusia dan masyarakat yang sangat kompleks. Berbagai sikap dan penerimaan manusia dan masyarakat, baik yang positif ataupun yang negatif bisa saja timbul dari pengaruhkehidupan beragama.

B. Defenisi Dan Konsep Agama Menurut Sosiolog

Agama adalah sesuatu yang kompleks, berbagai macam ragam, mengandung berbagai aspek, yang ghaib dan yang nyata, material dan spritual, sosial, dan individual, dihayati dengan berbagai penekanan oleh individu dan kelompok masyarakat.
Para ahli ada yang mendefenisikan secara eksplisit dan ada pula yang mengungkapkan pengertian agama emplisit, diantaranya adalah :

Auguste Comte ( 1798-1858 ), ia mengatakan agama sebagai jawaban dari cara berpikir manusia dan masyarakat yang cenderung mencari jawaban absolut dari berbagai masalah alam dan kehidupan.

Karl Marx ( 1818-1883 ), anak seorang pengacara yahudi yang dikenal sebagai ilmuan yang beraliran sosialis dan bahkan komunis, juga memandang agama bertentangan dengan kemajuan. Ia mengatakan agama sebagai institusi yang sengaja diciptakan oleh kelas borjuis ( pemuka agama ) untuk mengekploitasi kelas proletar. Untuk mendapatkan keuntungan material, atas nama tuhan, pahala, dosa, dan surga.

Karl Marx memahami sejarah, perubahan yang terjadi ditengah-tengah masyarakat, lembaga social, seperti hokum, ekonomi, politik, adat, dan agama dengan kacamata historis materialism. Artinya semua aturan main, budaya dan moral yang dikembangkan dan digariskan oleh suatu institusi social tersebut berlatar belakang pemerasan kelas elit borjulis terhadap kaum proletar, yaitu rakyat yang mayoritas.

Sigmund Frued ( 1856-1939 ), ia mengatakan ada kalanya agama positif bagi seseorang dan banyak pula agama menyebabkan orang sakit jiwa. Dengan agam orang bisa mengalihkan kegagalan di dunia ini, seperti ingin kaya, ingin berkuasa, ingin mendapatkan keadilan dan sebagainya. Pengalihan itu adalah dengan kepercayaan asal yang diinginkan orang beragama sejalan dengan ajararan agama dan tidak dimurkai tuhan tetapi tidak didapatkannya di dunia ini, kelak di akhirat ia akan mendapatkannya dalam sorga.

Dilain pihak Sigmund Frued juga mengemukan pendapatnya bahwa agama juga penyebab orang sakit jiwa. Sebagaiman halnya hukum, adat dan aturan lainnya dalam kehidupan seseorang, hal ini karena semua dilarang agama, hokum, adat dan aturan lainnya melarangnya untuk melaksanakn dan mencapai sesuatu keinginan yang di bawah sadarnya.

C. Perbandingan Denga Pandangan Antropolog Tentang Agama

Walaupun antropolog dikenal dengan mengutamakn pendekatan fenomenologis dalam memahami objek yang mereka pelajari. Tetapi dalam pendekatan ini ada pula yang tidak dapat melepaskan mereka dari perspektif kemajuan barat yang telah mereka capai, sehingga agama dan masyarkat premitif mereka pandang bertentang dengan kemajuan. Adapula yang diantara mereka tidak turun ketenga-tengah masyarakat yang mereka teliti dan mencukupkan saja monograf-monograf para misionaris dan etnografer. Disamping itu adapula yang dapat memahami masyarakat dan agama yang mereka teliti sejalan dengan pandangan masyarkat pengemban agama yang bersangkutan. Berikut dikemukakan pandangan ahli antropologi terhadap agama :

1. Levy Bruhl ( 1857-1939 ), mengatakan bahwa agama dan magi sangat cocok bagi masyarakat primitive yang masih berpikir pralogis dan sangat kabur bagi masyarakat maju yang sudah berpikir logis ( Pritchard, 1984:106). Ini berarti agam adalah pandangan dan jalan hidup bagi masyarakat primitif.

2. Edward Burnett Tylor ( 1832-1917 ), ia mendefenisikan aga sebagai kepercayaan kepada wujud spiritual. Agama digambarkan sebagai kepercayaan kepada adanya ruh gaib yang berfikir , bertindak dan merasakan sama dengan manusia. Kepercayaan kepada yang gaib punya asal usul dari kepercayaan animisme masyarkat primitif. Pemikiran ini hamper sama dengan pandangan Comte yang memandang agama sebagai kecenderungan primitif atau keterbelakang. Pandangan yang sinis terhadap agama ini jelas pandangan yang sangat dipengaruhi oleh renaissans, semangat menyingkirkan peran agama, yang pada awalnya adalah menyingkirkan peran agama Katolik Roma dan kemudian dipukul rata kepada semua agama dari kehidupan nayat sehari-hari.

3. Radeliffe-Brown ( 1881-1955 ), hamper sama dengan Bruhl, ia mengemukakan defenisi ” agama adalah ekpresi dalam satu atau lain bentuk tentang kesadaran terhadap ketergantungan kepada sesuatu kekuatan di luar diri kita yang dapat dinamakn denga kekuatan spiritual”
Demikian juga James George Frazer ( 1854-1941 ), agama dipasangkannya dengan magi dan dikatakan sangat cocok untuk bangsa pirimif yang masih berfikir pralogis, sedangkan sains cocok bagi masyarakat modern yang sudah berpikir logis.

D. Agama Suatu Perspektif Islam.

Perlu kita perhatikan beberapa gagasan atau ide lain dalam memahami agama, terutama dari perspektif islam. Sebagai pandangan yang dicoba dari pemahaman terhadap sumber ajaran islam, yaitu Al-qur’an dan hadits, perspektif ini juga tidak boleh dipahami sebgai yang final atau absolute, ia hanya usaha untuk mengembangkan soisologi, terutama dalam memahami agama.

Dari kajiannya terhadap ayat-ayat al-qur’qan , Imaduddin Abdurrahinm mencoba mengemukakan apa yang disembah dan dijadikan agama oleh suatu masyarakat. Ia tertarik terhadap masalah ini karena dalam al-Qur’an tidak ditemukan istilah atheis (mulhid). Yang banyyak diungkap adalah manusia syirik, mempertuhankan selain daripada Allah, disamping atau tanpa Allah. Dari memperhatikan perilaku masyarakat, kita dapat pula mengemukakan pendapat atau teori lain tentang agama. Tuhan yang mereka sembah adaah tuhan sesuatu yang mereka idolakan secara fanatic dan mereka bersedia melakukan apa saja demi yang di agungkan itu tidak terusik atau kurang keagungannya (Abdurraim 2002:38-39)

Penganut agam primitif mengagungkan dewa dan berbagai gejala alam yang dahsyat, seperti dewa laut, dewa gunung merapi, dewa matahari dan sebagainya. Untuk mengagungkan dewa idola mereka ini, mereka rela memberikan apa saja yang meraka miliki dan mereka sayangi.

Defenisi sosiologis ini tentu saja berbeda dengan defenisi teologis. Menurut ajaran agama ( secara teologis ), agama adalah ajaran Tuhan untuk pendoman hidup bagi manusia dalam usaha mencapai bahagia dunia dan akhirat. Kalau dalam islam defenisi ini ditambah dengan yang diwahyukan kepada nabi dan Rasul-Nya. Seorang sosiolog muslim tidak merasakan kontradiksi tentang hal ini, karena yang didefenisikan sebagai sosiolog muslim bukan agam, tetapi apa yang diagamakan oleh masyarakat dewasa ini, yang didefenisikan adalah beragama, bukan agama, religousity, bukan religion.

Dengan demikian terlihat pula bahwa pandangan islam dalam mendefenisikan agama tidak bararti mendefenisikan agama dengan ajarannya yang bersifat normatif, yaitu agama yang benar disisi Allah adalah Islam, tetapi juga menjelaskan bagaimana adanya. Menjelaskan bagaimana beragamnya manusia dalam beragama dan apa-apa yang mereka agamakan.

Dari berbagai pendapat tentang defenisi, konsep dan pengertian agama di atas terlihat bahwa perbedaan pendapat para ahli disebabkan berbedanya perspektif, sudut pandang mereka dalam memahami fenomena sosio-religius.

E. Aspek-Aspek Kehidupan Beragama

Adapun aspek-aspek kehidupan beragama tersebut adalah sebagai berikut :
1. Kepercayaan kepada adanya kekuatan gaib, yang supernatural, yang melampaui hal-hal yang ril, nyata, fisikal, atau konkrit. Kekuatan itu diyakini mempengaruhi kehidupan manusia, seperti Tuhan, spirit, ruh, kekuatan magis, wahyu-Nya, akhirat, dan lain-lain. Sebagai kepercayaan kepada yang gaib ini tentu lebih jauh dan lebih dalam ide rasional.
2. Kepercayaan mengandung ajaran tentang hal-hal yang sakral, suci, kudus, seperti ajaran atau kepercayaan kepada kitab suci, tanah suci, bulan suci, plang salib, sungai suci, dal lainnya yang menyucikan.
3. Agama mengandung unsur ajaran tentang ritual, ibadah, upacara keagamaan tertentu yang harus dilakukan oleh penganutnya, seperti menyembah tuhan, berdo’a, berkurban, tawaf, dan lain sebagainya. Adanya ibadah atau ritual ini adalah kelanjutan dari kepercayaan kepada yang sakral.

F. Ciri Fenomena Sosio-Relegius

Ciri Fenomena Sosio-Relegius adalah objek yang dikaji oleh sosiologi agama, fenomena tersebut mencakup pemahaman terhadap ajaran, prilaku, penghayatan ruhaniah, dan pengelompokkan penganut agama karena itu tidak dapat dikatakan bahwa fenomena religious hanyalah fenomena social, tidak fenomena individual, hanya fenomena yang berhubungan dengan yang gaib, tidak yang empiric dan rasional. Karena fenomena religious juga fenomena social, dia tidak hanya bentuk ideal seperti sebagai pemersatu , tetapi secara faktual juga sering ditemukan bertentangan dengan yang seharusnya. Seperti sekte atau mazhab baru dalam beragama sering dijadikan alas an untuk memisahkan diri dari kelompok penganut agama resmi.

Walaupun demikian ada cirri khas kehidupan beragama yang sama, yaitu :
1. Dianut secara fanatic, diyakini mutlak benar.
2. Dilakukan secara kolektif, berjamaah.
3. Dihayati secara ruhaniah transcendental.

III. Kesimpulan
Agama adalah sesuatu yang kompleks, berbagai macam ragam dan macam pendapat serta pandangan oleh setiap orang yang merasa tersentuh dengan agama, agama yang mengandung berbagai aspek dapat diartikan atau didefenisikan secara ekplisit dan adapula yang mendefenisikan secara emplisit. , agama itu juga dapat diartikan sesuatu yang ghaib dan yang nyata, material dan spritual, sosial, dan individual, dihayati dengan berbagai penekanan oleh individu dan kelompok masyarakat.
Dalam mendefenisikan agama ini, tetap berbeda menurut pemikiran masing-masing manusia, sampai sekarang ini juga masih ada yang mencoba mendefeniskan agama sesuai dengan keadaan mayarakat dewasa ini.

IV. Penutup.

Demikianlah artikel yang saya disajikan yang bertopikkan “AGAMA DAN UNSUR-UNSUR DALAM BERAGAMA”, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita dalam menpelajarinya. Tentunya tidak terlepas dari kesalahan dalam hal penulisan atau penyampaian makna, dari itu penulis mengharapkan sekali kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya tulisan ini dihari-hari mendatang.
Wassalam

DAFTAR PUSTAKA

Agus Bustanuddin, sosiologi Agama,…

>KETERAMPILAN SEORANG KONSELOR DALAM MELAKUKAN KONSELING

> Hudul : Keterampilan Sorang Konselor dalam melakukan Konseling

Postn : 10 Januari 2011

BAB I

PENDAHULUAN

Konseling merupakan pekerjaan professional seperti hal nya guru. Sebagai suatu pekerjaan professional menuntut dimilikinya sejumlah kompetensi dan keterampilan tertentu. Selain itu, konseling juga merupakan suatu proses. Dalam setiap tahapan proses konseling memerlukan penerapan keterampilan-keterampilan tertentu. Agar proses konseling dapat berjalan secara lancar dan tujuannya tercapai secara efektif dan efisien, konselor harus mampu mengimplementasikan keterampilan – keterampilan tertentu yang relevan.

Konselor yang terampil adalah yang mengetahui dan memahami sejumlah keterampilan tertentu dan mampu mengimplementasikan dalam proses konseling.

Secara umum proses konseling terbagi atas tiga tahap yaitu: pertama, tahap awal (tahap identifikasi masalah). Kedua, tahap pertengahan (tahap kerja dengan masalah tertentu). Ketiga, tahap akhir (action). Berikut akan dijelaskan keterampilan dalam masing-masing tahapan konseling.

Salam

Charles Mangunsong



BAB II

KETERAMPILAN KONSELING

A. Tahap Awal

Tahap awal konseling disebut dengan tahap identifikasi masalah. Dalam tahap ini ada sejumlah keterampilan yang bisa diterapkan oleh konselor yaitu:

a) Attending

b) Mendengarkan

c) Empati

d) Refleksi

e) Eksplorasi

f) Bertanya

g) Mengungkapakan pesan utama

h) Mendorong dan dorongan minimal

1. Keterampilan Attending (Attending Skills)

Keterampilan attending adalah perilaku konselor menghampiri klien yang diwujudkan dalam bentuk kontak mata dengan klien, bahasa tubuh dan bahasa lisan. Keterampilan attending juga mencerminkan bagaimana konselormenghampiri klien yang diwujudkan dalam perilaku di atas. Proses konseling menuntut keterlibatan atau pertisipasi dari klien. Oleh karena itu, kemampuan attending konselor, akan memudahkannya untuk membuat klien terlibai pembicaraan dan terbuka.

Ciri-ciri Attending yang baik adalah:

1. Menganggukkan kepala dengan apabila menyetujui pernyataan klien

2. Ekspresi wajah tenang, ceria dan senyum

3. Posisi tubuh agak condong kearah klien, jarak antara konselor dengan klien dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan

4. Variasi isyarat gerakan tangan berubah- ubah untuk menekankan suatu pembicaraan

5. Mendengarkan secara aktif, penuh perhatian, menunggu ucapan klien hingga selesai.

Ciri- ciri perilaku Attending (attending skills) yang tidak baik adalah:

1. Kepala kaku

2. Ekspresi muka melamun, tegang, mengalihkan pandangan, tidak melihat klien saat klien berbicara dan mata melotot.

3. Posisi tubuh tegak kaku, bersandar di kursi, miring, jarak duduk dengan klien menjauh, duduk kurang akrab dan berpaling

4. Memutuskan pmbicaraan, berbicara terus tanpa teknik diam, tidak memberikan kesempatan klien untuk berbicara

5. Perhatian terpecah, mudah buyar oleh gangguan luar.

2. Keterampilan Mendengarkan

Keterampilan mendengarkan adalah kemampuan pembimbing atau konselor menyimak atau memperhatikan penuturan klien selama proses konseling berlangsung. Pembimbing atau konselor harus bisa jadi pendengar yang baik selama sesi konseling berlangsung Tanpa keterampilan ini, pembimbing atau konselor tidak akan dapat menangkap pesan pembicaraan.

3. Keterampilan Berempati ( Emphaty Skills )

Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang dirsakan klien , merasa dan berpikir bersam klien dan bukan untuk atau tentang klien. Empati diwali dengan simpati, yaitu kemampuan konselor memahami perasaan, pikiran, keinginan dan pengalaman klien. Empati ada dua macam yaitu:

1. Empati Primer dan

2. Empati Tingkat Tinggi

4. Keterampilan Refleksi

Keterampilan Refleksi adalah keterampilan pembimbing atau konselor untuk memantulkan kembali kepada klien tentang perasaan, pikiran, dan pengalaman klien. Refleksi ada tiga macam yaitu:

1. Refleksi Perasaan

2. Refleksi Pikiran dan

3. Refleksi Pengalaman

5. Keterampilan Ekplorasi

Istilah ekplorasi berarti penelusuran atau penggalian. Keterampilan ekplorasi adalah suatu keterampilan konselor untuk untuk menggali perasaan , pikira dan pengalaman klien. Ekplorasi ini ada tiga macam yaitu :

1. Ekplorasi Perasaan

2. Ekplorasi Pikiran dan

3. Ekp[lorasi Pengalaman

6. Keterampilan Bertanya

Adalah suatu kemampuan pembimbing atau konselor mengajukan pertanyaan- pertanyaan pada sesi konseling. Keterampilan bertanya ada dua macam yaitu:

1. Keterampilan bertanya terbuka open qui dan

2. Keterampilan bertanya tertutup

7. Keterampilan Menangkap Pesan Utama

Dalam sesi konseling sering klien mengemukakan perasaan, pikiran dan pengalamanya secara berbelit- belit. Oleh sebab itu, diperlukan kemampuan konselor menangkap pesan utama. Keterampilan ini bertujuan untuk mengatakan kembali esensi atau inti ungkapan klien.

8. Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal

Adalah kemampuan konselor memberikan dorongan langsung dan singkat terhadap apa yang telah dikatakan oleh klien.

B. Tahap Pertengahan

1. Keterampilan Menyimpulkan Sementara

Adalah suatu kemampuan konselor bersama klien untuk menyampaikan kemajuan hasil pembicaraan, mempertajam atau memperjelas focus wawancara konseling.

2.Keterampilan Memimpin

Agar pembicaraan dalam wawancara konseling tidak menyimpang, konselor harus harus memimpin arah pembicaraan sehingga tujuan konseling dapat tercapai secara afektif dan efisien.

3. Keterampilan Memfokuskan

Seorang konselor yang efektif harus mempu membuat focus melalui perhatianya yang terseleksi terhadap pembicaraan terhadap klien. Kemampuan ini akan membantu klien memusatkan perhatiannya pada pokok pembicaraan.

4. Keterampilan Melakukan Konfrontasi ( Clarifying)

Konfrontasi merupakan suatu kemampuan konselor menantang klien untuk melihat adanya diskrepansi antara perkataan dengan bahasa badan atau perbuatan dan ide awal dengan ide berikutnya.

5. Keterampilan Menjernihkan (Facilitating)

Keterampilan menjernihkan adalah kemapuan konselor menjernihkan atau memperjelas ucapan- ucapan klien yang samar- samar, kurang jelas dan agak meragukan.

7. Keterampilan Memudahkan

Memudahkan adalah suatu keterampilan membuka komunikasi agar klien dengan mudah berbicara dengan konselor dan menyatakan perasaan, pikiran dan pengalamannya secara bebas sehingga komunikasi dan partisipasi meningkat serta proses konseling berlangsung secara efektif.

8. Keterampilan Mengarahkan ( Direccting)

Direccting adalah kemampuan konselor mengajak dan mengarahkan klien untuk berpatisipasi secara penuh dalam proses konseling.

9. Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal

Adalah suatu upaya konselor memberikan dorongan secara langsung dan singkat agar kliennya selalu terlibat dalam pembicaraan dan dirinya terbuka.

10. Keterampilan Sailing ( Saat Diam)

Dalam proses konseling, diam atau tidak bersuara bias menjadi teknik konseling. Oleh sebab itu , konselor harus dapat memanfaatkan situasi.

11. Keterampilan Mengambil Inisiatif

Mengambil inisiatif perlu dilakukan oleh konselor apabila klien kurang bersemangat untuk berbicara,sering diam dan kurang pertisipatif, keterampilan ini ini diterapkan apabila akan mengambil inisiatif jika klien tampak kurang bersemangat.

12. Keterampilan Memberi Nasihat

Nasihat bias diberikan kepada klien apabila ia meminta, Meskipun demikian pemberian nasihat tatap perlu harus pertimbangkan.

13. Keterampilan Memberi Imformasi

Informasi diberikan oleh konselor kepada klien harus hal-hal yang diketahui konselor. Apabila konselor tidak mengetahui informasi apa yang dikehendaki klien, klien secara jujur harus mengatakan bahwa dirinya tidak mengetahui informasi dan sebaliknya.

14. Keterampilan Menafsirkan atau Interpretasi

Merupakan upaya konselor mengulas pikiran, perasaan, dan pengalaman klien dengan merujuk kepada teori-teori.

C. Tahap Akhir ( Action)

1. Keterampilan Menyimpulkan

Merupakan kemampuan konselor mengambil inti pokok pembicaraan selama selama proses konseling berlangsung.

2. Keterampilan Merencanakan

Menjelang sesi akhir wawncara konseling, konselor harus dapat membantu klien untuk dapat membuat rencana berupa suetu program untuk action, yaitu rencana perbuatan nyata yang produktif bagi kemajuan klien.

3. Keterampilan Menilai

Berarti kemampuan konselor menetapakan batas- batas atau ukuran-ukuran keberhasilan proses konseling yang telah dilaksanakan.

4. Keterampilan Mengakhiri Konseling

Merupakan suatu konselor menutup sesi konseling, Secara umum penutupan sesi konseling dilakukan oleh konselor dengan melakukan hal- hal sebagai berikut:

a) Mengatakan bahwa waktu konseling akan akhir

b) Merangkum isi pembiaraan

c) Menunjuk kepada klien tentang pertemuan yang akan datang

d) Mengajak klien berdiri sambil menunjukkanisyarat gerak tangan

e) Menunjukkan catatan –catatan singkat kepada klien tantang hasil pembiaraan.

f) Memberikan tugas-tugas kepada klien apabila diperlukan.

BAB III

KESIMPULAN

Secara umum konseling terbagi atas Tiga tahap yaitu:

A. Tahap Awal ( tahap identifikasi masalah)

B. Tahap Pertengahan ( tahap kerja dengan masalah)

C. Tahap Akhir ( action)

A. Tahap Awal konseling disebut dengan tahap identifikasi masalah. Dalam tahap ini ada sejumlah keterampilan yang biasa diterapkan oleh konselor yaitu:

1. Keterampilan Atending (Attending Skills)

2. Keterampilan Mendengarkan

3. Keterampilan Berempati ( Emphaty Skills )

4. Keterampilan Refleksi

5. Keterampilan Ekplorasi

6. Keterampilan Bertanya

7. Keterampilan Menangkap Pesan Utama

8. Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal

B. Tahap Pertengahan disebut juga dengan tahap kerja dengan masalah Dalam tahap ini ada beberapa macam keterampilan yaitu:

1. Keterampilan Mendengarkan Sementara

2. Keterampilan Memimpin

3. Keterampilana Memfokuskan

4. Keterampilan Melakukan Konfrontasi

5. Keterampilan Menjernihkan (Facilitating)

6. Keterampilan Memudahkan

7. Keterampilan Mengarahkan ( Direccting)

8. Keterampilan Memberikan Dorongan Minimal

9. Keterampilan Sailing ( Saat Diam)

10. Keterampilan Mengambil Inisiatif

11. Keterampilan Memberi Nasihat

12. Keterampilan Memberi Informasi

13. Keterampilan Menafsirkan atau Interpretasi

C. Tahap akhir ( Action) ada beberapa keterampilan yaitu:

1. Keterampilan Menyimpulkan

2. Keterampilan Merencanakan

3. Keterampilan Menilai

4. Keterampilan Mengakhiri Konseling

PENUTUP

Dari satu topik yang kita bahas diatas, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat bagi kita semua, dan dapat mengamalkannya. Kritik dan saran sangat diharapkan.